La Ode Muhammad Yamin
G2G1 15 049
A. PENDAHULUAN
Kegiatan
belajar mengajar sebagai suatu sistem, selalu mendapat perhatian, baik di
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat pada ummnya. Meskipun demikian,
tamatan pendidikan guru belum sepenuhnya bisa meningkatkan mutu seperti yang
dicita-citakan . Hal ini dapat dipahami karena masalah mutu pendidikan sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kualitas guru, siswa, metode, alat,
sarana dan prasarana belajar, kurikulum, biaya, media, serta fasilitas
lingkungan pendidikan.
Faktor
yang penting bagi tercapainya tujuan
pendidikan secara maksimal adalah guru. Hal ini senada dengan pernyataan yang
berbunyi “Di tangan gurulah terletak berhasil atau tidaknya peningkatan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar” (Ansyar dan Nurtain, 1992:105). Senada dengan itu,
Sucipto dan Mukti, (1992:159) menegaskan bahwa guru memegang kunci informasi
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kelas yang dibinanya. Pandangan lain
menyatakan bahwa peranan guru dalam pembelajaran belum dapat diganti oleh mesin
pengajar, tape recorder, komputer dan lain-lain (Arbi dan Syahrun, 1992:129).
Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya
peranan guru terhadap siswa.
Kondisi
semacam ini memberi gambaran kepada kita, betapa besarnya harapan masyarakat
terhadap guru, dalam membawa anak didiknya ke masa depan yang lebih baik,
sehingga mampu menciptakan insan pembangunan yang cerdas, terampil berbudi
pekerti luhur. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan hal-hal yang
sangat jauh dari apa yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Hal ini antara
lain ditunjukkan oleh kenyataan di lapangan, rendahnya Nilai Ebtanas Murni (NEM)
para siswa mulai jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, serta meningkatnya
kemerosotan moral sehingga terjadi hal-hal yang kurang terpuji. Sementara itu,
munculnya inovasi-inovasi untuk memperluas program wajib belajar di daerah
terpencil dengan kelompok-kecil misalnya, sebagaimana ditemukan Sarna (1997:9)
juga memerlukan pendekatan khusus yang berbeda dengan sekolah normal di wilayah
yang lebih maju.
Kenyataan
tersebut, dapat menjadi petunjuk bahwa guru perlu meningkatkan kemampuan dan
perhatiannya terhadap aktivitas dan kualitas proses pembelajaran yang ada.
Seharusnya dalam kegiatan belajar mengajar para guru dapat menggunakan berbagai
macam pendekatan dan cara, agar proses dan hasil pembelajaran dapat dicapai
secara optimal. Apabila pendekatan dan cara pembelajaran yang ditempuh oleh
guru dapat terlaksana dengan baik, kemungkinan besar kualitas hasil belajar
para siswa dapat ditingkatkan. Kegiatan semacam itu hanya akan dapat berjalan
dengan baik, apabila para guru mau mengembangkan diri, dan berusaha secara
maksimal mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Kegiatan belajar
mengajar akan dapat berjalan secara optimal, apabila guru dapat melibatkan
seluruh komponen dari sistem pembelajaran tersebut. Proses dan hasil belajar
akan menjadi efektif dan efisien apabila dibarengi dengan ide atau
gagasan-gagasan baru, daya aktivitas dan
kreativitas guru yang tinggi.
B. KONSEP INOVASI TENAGA KEPENDIDIKAN
Inovasi,
secara teoretik-konseptual dapat dijelaskan sebagau suatu ide atau gagasan yang
baru dalam konteks sosial tertentu. Sesuatu yang baru itu mungkin sudah lama
dikenal, tetapi belum dilakukan perubahan (Ansyar dan Nurtain, 1992:31).
Pendapat lain menyebutkan bahwa inovasi adalah suatu pengenalan hal-hal yang
baru, masukan, pembaharuan, penemuan baru dari hal-hal yang sudah ada atau
dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode maupun alat (Depdikbud, 1990 :
333).
Inovasi
merupakan suatu usaha untuk menemukan sesuatu yang baru dengan melakukan
kegiatan invention dan discovery. Invention adalah suatu
penemuan yang benar-benar baru, belum pernah ada. Discovery adalah suatu
penemuan sesuatu benda, dan sesuatu itu memang telah ada sebelumnya
(Subandijah, 1992:80). Ibrahim (1989) mengatakan, bahwa inovasi adalah penemuan
yang dapat berupa ide, barang, kejadian , metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru
bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Berdasarkan atas beberapa
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu penemuan baru,
baik invention maupun discovery, maupun berupa ide (gagasan),
metode dann alat.
Kaitan
inovasi tenaga kependidikan guru dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional (2003) dijelaskan bahwa yang dimaksud tenaga kependidikan adalah
meliputi tenaga pendidik, pengelola
satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang pendidikan,
pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar. Adapun tugas-tugas tenaga
kependidikan dijelaskan pada pasal 27 ayat 1 antara lain, melakukan kegiatan
mengajar, meneliti, melatih, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan
teknis dalam bidang pendidikan.
Pasal lain,
ditegaskan pula bahwa setiap tenaga kependidikan berkewajiban membina loyalitas
pribadi peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan UUD 1945,
menjunjung tinggi kebudayaan bangsa, memiliki tanggung jawab pengabdian dan
meningkatkan kemampuan profesional, sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tenaga kependidikan meliputi, tenaga-tenaga edukatif dan non
edukatif yang memiliki peranan yang amat kompleks, baik kegiatan belajar
mengajar, pelatihan, penelitian, pengembangan, pengelolaan maupun layanan
teknisi dalam bidang pendidikan. Atas dasar pengertian tersebut, tampaknya guru sebagai salah satu bagian dari
tenaga kependidikan, kecuali tugas sehari-hari mengajar, mempunyai tugas lain,
seperti melakukan kegiatan pelatihan, penelitian, pengembangan, pengelolaan
ataupun layanan teknisi pendidikan lainnya.
C. INOVASI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Sebagaimana dijelaskan Suharsono (2001),
pembelajaran adalah kegiatan penciptaan situasi yang memungkinkan terjadinya
tindak belajar secara optimal. Optimalisasi tindak belajar itu bisa terjadi
karena adanya rancangan skenario kegiatan belajar dan variasi pola interaksi
yang memungkinkan siswa berkembang segenap kecakapan intelektual dan kecerdasan
emosionalnya secara optimal. Interaksi itu bisa terjadi antara guru, siswa,
bahan dan media belajar secara teratur dalam rangka mencapai tujuan (Moedjiono
dan Dimyati, 1992:1).
Kegiatan
belajar mengajar secara empirik merupakan wujud dari interaksi antara guru
dengan siswa dalam prosedur intruksional (Hasibuan dan Moedjiono, 1986 : 3).
Kegiatan belajar mengajar diartikan sebagai hubungan interaktif antara guru dengan
siswa, siswa dengan siswa (Roestiyah, 1986:44). Berdasarkan atas
pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar
mengajar merupakan pola umum hubungan antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa yang didukung oleh semua komponen belajar mengajar, untuk mencapai hasil
belajar yang diinginkan. Hasil yang diharapkan bisa memiliki dampak pengajaran
dan dampak pengiring secara berkesinambungan di sepanjang hayat, termasuk
didalamnya siswa dapat berpikir kritis, kreatif, aktif, sopan, dan terampil.
Sejarah
pendidikan dapat diketahui bahwa kebanyakan guru SD mengajar sampai saat ini,
menggunakan metode ceramah, serta didasarkan pada satuan pelajaran yang disusun
sedemikian rupa atas dasar buku paket yang disajikan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Kegiatan itu tidak ada salahnya, sepanjang tidak menyimpang dari
kurikulum, dan Garis Besar Program Pengajaran sebagai bahan acuannya. Namun
demikian, perlu diingat bahwa guru memiliki kewenangan untuk memilih
bahan-bahan yang cocok (relevan) dengan kepentingan para siswa. Jadi,
sebenarnya proses belajar mengajar tersebut bersifat fleksibel. Artinya,
selaras dengan situasi, kondisi, kebutuhan, tuntutan dengan kepentingan serta
metode dan media yang tepat. Dengan kata lain, secara singkat dapat dijelaskan
bahwa cara tradisional semacam itu harus diperbaharui melalui inovasi-inovasi
tertentu agar hasil dapat dicapai secara maksimal dan optimal.
Peningkatan
kualifikasi dan kemampuan guru di Sekolah Dasar berupa guru yang kreatif dan
inovatif dapat melakukan inovasi dalam metode belajar mengajar dalam berbagai
macam metode, strategi, pendekatan, dan dan model pembelajaran inovatif,
seperti ceramah bervariasi, CBSA, problem-solving, belajar penemuan, cooperatif learning, social inquiry, dan model-model lain
yang relevan dengan pokok dan topik bahasan. Sebagaimana dipaparkan Santyasa
(2005), paradigma baru pembelajaran lebih meletakkan landasan bahwa belajar
merupakan aktivitas konstruktif siswa itu sendiri. Aktivitas pembelajaran itu
akan terakomodasi secara optimal jika didukung oleh keberadaan fasilitas dan
produk-produk pembelajaran yang memadai.
Untuk
mewujudkan terjadinya proses belajar dan pembelajaran yang optimal seperti itu,
diperlukan sejumlah asumsi dan cara pandang tertentu dari para guru, dan guru
SD pada umumnya, tentang bagaimana memperlakukan siswanya. Barikut ini
disajikan beberapa pola perlakuan guru kepada siswa agar inovasi pembelajaran
di kelas dapat tercipta.
D. PERLAKUAN SISWA BERMARTABAT
Kegiatan
ini guru harus memandang siswa sebagai sosok insan yang bermartabat. Artinya,
siswa harus dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Siswa harus diperlakukan sebagai sosok manusia yang memiliki
kepribadian. Dia lahir di dunia memiliki pikiran, perasaan, keinginan,
cita-cita, harga diri, bakat, minat, kesadaran moral, daya imajinasi, dan
lain-lain yang perlu dikembangkan. Siswa senantiasa memerlukan bantuan,
bimbingan dan pemikiran-pemikiran yang dapat mendorong dirinya untuk maju dan
berkembang. Dalam tulisan ini sebagai contoh : apabila seorang guru menjumpai
seorang siswa yang menunjukkan nilai prestasi belajarnya selalu rendah, ini
bukan berarti siswa tersebut harus mendapat caci maki dari guru tersebut,
tetapi hendaknya guru mencari sebab-sebab kesulitan belajar yang dialaminya.
Seharusnya guru tersebut mempunyai ide, gagasan, atau inisiatif untuk mencari
faktor penyebabnya.
Sejumlah
kemungkinan sebab yang terjadi, hendaknya dikaji secara mendalam letak
kelemahannya. Apabila guru tersebut telah menemukan kelemahan atau
kekurangannya, maka akan dapat menemukan jalan keluarnya, termasuk di dalamnya
keengganan guru untuk menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang unik dan
sebagai pribadi yang memiliki banyak kelebihan dan kelemahan dari lahirnya.
Apabila
guru memperhatikan anak didiknya, berarti guru itu menghargai dan menghormati
siswa. Menghargai dan memperlakukan siswa secara manusiawi semacam ini menurut
pendapat Brant dapat membangkitkan semangat yang amat tinggi, sehingga
merangsang siswa untuk menjadi cerdas dan sikap mandiri yang andal (Ansyar dan
Nurtain 1992:109). Memperlakukan siswa sebagai seorag “pribadi” berarti
menghargai siswa sebagai sosok bermartabat. Penghargaan itu jelas akan bisa
menjadi embrio kebaikan dan dapat menjadi titik tolak perkembangan diri pribadi
siswa untuk bersikap dan berpikir positif (positif thinking) terhadap
apa yang ada di lingkungan sekitar dan masyarakat pada umumnya.
E. LATIHAN BERPIKIR KRITIS
Kondisi
saat ini, kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar pada umumnya didominasi
oleh guru kelas. Kebanyakan siswa terkondisikan pasif. Budaya yang sudah lama
berjalan, adalah guru datang di dalam kelas menerapkan materi bahan dengan
ceramah. Siswa datang, duduk, diam dan mendengarkan. Keaktifan siswa
seolah-olah terfokus pada hal-hal yang tampak saja seperti : datang, duduk,
diam, mendengarkan keterangan guru. Dengan cara demikian, hal-hal yang tidak
tampak (abstark) sangat terkesampingkan seperti : berpikir kritis, aktif,
kreatif dan lain-lain. Atas dasar itulah diperlukan langkah baru (inovasi),
agar semua siswa tersebut melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya, baik
secara fisik maupun mental. Untuk memenuhi aktivitas, baik fisik maupun mental
diperlukan cara-cara baru, yaitu dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Apakah
CBSA itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Nana Sujana (1988) CBSA
adalah proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara
intelektual dan emosional, sehingga anak didik benar-benar berperan secara
aktif. (Dr. Subandijah, 1992 : 112). Menurut Partika (dalam Subandijah,1992 :
12) CBSA adalah proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang
menitik beratkan pada keaktifan fisik, mental, emosional, intelektual, untuk
mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kawasan kognitif, afektif
dan psikomotor skill secara optimal. Dengan demikian, CBSA merupakan suatu
proses interaktif aktif seluruh potensi manusiawi siswa meliputi : emosi,
feeling, pikiran, nilai, moral, secara fungsional dalam menginternalisasi dan
mempersonalisasikan suatu tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Berdasarkan
sejumlah konsep dan pemikiran tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
CBSA adalah suatu pendekatan yang diterapkan dalam proses kegiatan belajar
mengajar dengan menekankan pada keterlibatan kemampuan peserta didik.
Keterlibatan siswa itu bersifat multidimensional, baik secara fisik, mental,
intelektual maupun emosional sehingga hasil belajar berupa aspek-aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor dalam pribadi peserta didik dapat dicapai
dengan baik.
F. PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
Apa
yang dimaksud pendekatan keterampilan proses itu? Keterampilan proses adalah
keterampilan-keterampilan memproses perolehan (Semiawan, 1992 :18). Menurut
pendapat Moedjiono dan Dimyanti (1992:14) pendekatan keterampilan proses dapat
diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan
intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar
yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.
Keterampilan
proses itu macamnya ada dua, yaitu basic skills dan integrated skills.
Basic skill atau keterampilan dasar meliputi kegiatan : observasi,
mengklasifikasi, memprediksi, mengukur menyimpulkan dan mengkomunikasikan,
sedangkan integrased skill atau keterampilan
mengintegrasikan meliputi kegiatan-kegiatan : mengidentifikasi variabel,
membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan
hubungan antara variabel, mengumpulkan data dan mengolah data, menganalisis
penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional
merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Keterampilan proses itu dalam
kajian-kajian mutakhir, sebagaimana dipaparkan Santyasa (2005) termasuk dalam
rumpun model pembelajaran problem based instruktion dan model group
investigation. Hanya saja dalam pelaksanaannya parlu disesuaikan dengan
pokok-pokok bahasan dalam kurikulum SD. Adapun dalam pelaksanaannya menuntut
sejumlah keterampilan dasar untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan,
meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan hasilnya
kepada guru dan kelompok kerja siswa di kelas.
Berdasarkan
beberapa konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah
keterampilan yang diperoleh para siswa dalam melaksanakan kegiatan observasi,
klasifikasi, interprestasi, memprediksi (meramalkan), measurement (pengukuran)
dan komunikasi (menghubungkan) terhadap suatu topik persoalan. Dalam
konteks ini pelaksanaannya disesuaikan dengan
tingkat kemampuan para siswa dengan sejumlah prasarat keterampilan dasar (basic skills)
berpikir dan bertindak yang memadai.
Pengelolaan
proses belajar-mengajar inovatif, ada
banyak faktor yang menjadi komponen-komponen proses tersebut, antara
lain : siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode , media, evaluasi. Demikian
pula apabila dilihat dari dimensinya maka terdapat tiga macam dimensi, yaitu
dimensi perencanaan dan pelaksanaan, dan evaluasi. Pada strategi dimensi
perencanaan, seorang guru dituntut untuk memikirkan dan mengupayakan secara
strategis merumuskan, memilih, dan menetapkan tentang aspek-aspek dari
komponen-komponen pembentukan sistem pengajaran yang ada sehingga aspek-aspek
yang diperlukan berinteraksi dan berintegrasi secara konsisten.
Kaitannya
dengan pelaksanaan PBM, pembelajaran inovatif mempersyaratkan adanya bermacam
strategi belajar mengajar dalam rentangan ekspositoris dan heuristik.
Ekspositoris dimaksudkan suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar
aspek-aspek pembentukan sistem instruksional mengarah pada tercapainya isi
pelajaran kepada siswa secara langsung. Sedangkan, heuristik adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menyiasati agar aspek-aspek pembentukan sistem
instruksional mengarah kepada keaktifan siswa untuk menemukan sendiri fakta,
prinsip dan konsep yang diperlukan oleh siswa. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat dikatakan bahwa guru SD perlu memahami dan melaksanakan strategi belajar
mengajar yang tepat, agar tujuan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.
Pada
dimensi evaluasi, para guru dituntut untuk dapat melaksanakan proses belajar
mengajar secara baik, baik di dalam membuat persiapan mengajar, maupun
menentukan rumusan tujuan-tujuan pengajaran yang diinginkan. Tujuan yang telah
dirumuskan itu harus dievaluasi tingkat keevektivan proses dan tingkat
keoptimalan hasil-hasilnya. Evaluari proses itu, sebagaimana dijelaskan Mardapi
(2005), dapat dilakukan dengan penerapan asesmen portofolio, yaitu suatu jenis
evaluasi yang bersifat menyeluruh yang bisa mencakup pekerjaan rumah, tugas
kelas, tes buatan guru, komposisi atau karagan, presentasi, penyelidikan,
ceklis pengamatan, seni visual, refleksi
diri dan analisis ceklis, produk grup, bukti keterampilan sosial, catatan
anekdot, laporan naratif, hasil tes baku, photo, dan unjuk kerja proyek siswa.
Menurut Mardapi (2005:10), di Sekolah Dasar portofolio bisa mencakup semua
aspek tersebut, baik portifilio proses maupun portofolio hasil-hasil belajar
dan karya terbaik siswa.
G. PENUTUP
Berdasarkan hasil kejian pustaka di muka dapat
disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar, guru harus
melaksanakan sistem pembelajaran secara
menyeluruh dengan menggunakan semua komponen yang ada secara optimal. Untuk
mendukung tugas profesinya, guru memerlukan langkah-langkah pembaharuan dengan
menggali ide-ide baru yang inovatif, memupuk aktivitas dan kreativitas dalam
proses pembelajaran, serta mengkondisikan terjadinya tindak belajar yang
optimal.
Aktivitas
pembelajaran yang dilakukan oleh para guru harus tepat pada sasaran, baik
keterlibatan sasaran fisik maupun mental. Proses pembelajaran yang ada harus
berorientasi pada diri siswa, dan peranan guru sebagai pembina, pelatih dan
fasilitator. Tugas guru tidak hanya mendidik dan mengajar, tetapi juga
melakukan telaah, melatih, dan mengelola
kegiatan belajar-mengajar dengan memperlakukan siswa secara bermartabat,
memberi banyak latihan berpikir kritis, dan dengan menerapkan pendekatan
keterampilan proses agar bisa didapatkan hasil belajar yang optimal sejalan
dengan kemajuan teknologi dan kecamapan hidup di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, Mohammad dan Nurtain, 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Arbi, Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun, 1992. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Conny R.Semiawan, 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : Grasindo
Hasibuan dan Moedjiono, 1986. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya
Mardapi, Djemari. 2005. Asesmen Portofolio. Makalah.
Disampaikan pada Seminar Lokakarya Asesmen Berbasis Kompetensi IKIPN Singaraja,
28 Juli 2005.
Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 1998/1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan
Roestiyah, 1986. Masalah Pengajaran
Sebagai Suatu Sistem. Jakarta : Bina Aksara
Santyasa, Wayan. 2005. ‘Inovasi Pembelajaran’. Makalah disajikan
dalam Penataran guru-guru SD, SMP, SMA dan SMK se Kabupaten Jembrana, Juni-Juli
2005
Sarna, Ketut. 1997. ‘Model Pengelolaan SD-Kelompok Kecil di Daerah Sulit
(Suatu Inovasi Kebijakan Pendidikan). Aneka Widya. Edisi Khusus No. 2
(30): 1-15.
Subandijah, 1992. Pengembangan dan
Inovasi Kurikulum. Jakarta : Grafindo Persada
Sucipto dan Basori Mukti,
1991/1992. Administrasi Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suharsono, Naswan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PP3M
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional