Senin, 28 Desember 2015

Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan: Idealisme, Realisme, Materialisme dan Pragmatisme

oleh:
La Ode Muh. Yamin  

A.    PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya.
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany (Sadulloh, 2003: 37) adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis. Sehingga kita dapat katakan bahwa filsafat pendidikan itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya.
Ajaran filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat pendidikan tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat perbedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Dengan perbedaan-perbedaan tersebut para ahli menyusunnya dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran filsafat pendidikan. Menurut Edward J.Power (Sadulloh, 2003: 98) aliran filsafat pendidikan terbagi menjadi  Aliran idealisme, realisme, humanisme religius-rasional, pragmatisme, eksistensialisme, merupakan pandangan dalam filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan. Dalam makalah ini hanya membahas mengenai aliran idealisme, aliran realisme, aliran materialisme dan aliran pragmatisme.





B.     KONSEP ALIRAN IDEALISME
Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan sebenarnya sudah berada dalam jiwa (mind) kita, tetapi membutuhkan usaha untuk dibawa pada tingkat kesadaran kita melalui suatu proses yang disebut intropoeksi. Jadi mengetahui adalah berfikir kembali tentang idea-idea terpendam yang ada di dalam jiwa kita. (Sadulloh, 2003: 27)
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau sukma lebih beharga dan lebih tinggi dibandingkan materi bagi kehidupan manusia. Ruh merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari ruh atau sukma (Akhmad, 2008: 1)
Konsep aliran idealisme berimplikasi terhadap konsep pendidikannya (Fajar, 2010: 1) yaitu:
Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Sebab itu, sekolah hendaknya menekankan aktifitas aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi.
Kurikulum Pendidikan. Demi mencapai tujuan pendidikan di atas, kurikulum pendidikan Idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral, adapun pendidikan vokasional untuk pengebangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered).
Metode Pendidikan. Struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan criteria penilaian moral dalam situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode mengajar hendaknya mendorong siswa memperluas cakrawala; mendorong berpikir reflektif; mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berpikir logis; memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan social.
Peranan Guru dan Siswa. Para filsuf Idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Guru harus unggul (excellent) agar menjadi teladan bagi para siswanya, baik secara moral maupun intelektual. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa; dan harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah lakunya. Guru harus juga melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan, mensintesa, dan menciptakan aplikasiaplikasi pengetahuan untuk hidup dan berbuat.
C.    KONSEP ALIRAN REALISME
Tokoh realisme adalah Aristoteles (384 – 332 SM). Pada dasarnya aliran ini berpandangan bahwa hakekat realitas adalah fisik dan roh, jadi realitas adalah dualistik. Ada 3 golongan dalam realisme, yaitu realisme humanistik, realisme sosial, dan realisme yang bersifat ilmiah. Realisme humanistik menghendaki pemberian pengetahuan yang luas, ketajaman pengalaman, berfikir dan melatih ingatan. Realisme sosial berusaha mempersiapkan individu untuk hidup bermasyarakat. Realisme yang bersifat ilmiah atau realisme ilmu menekankan pada penyelidikan tentang alam. Francis Bacon (1561–1626) seorang tokoh realisme ilmu berpandangan bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Pandangannya tentang manusia ditentukan oleh kemampuan menggunakan pikirannya. (Sadulloh: 2003: 36)
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia materi diluar kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk kita kenal dengan mempergunakan intelegensi. Objek indra adalah real, yaitu benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Menurut realisme hakikat kebenaran itu barada pada kenyataan alam ini, bukan pada ide atau jiwa.
Aliran realisme juga memiliki implikasi terhadap dunia pendidikan (Fajar, 2010: 1) sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan. Pendidikan pada dasarnya bertujuan agar para siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia. Dengan jalan memberikan pengetahuan yang esensial kepada para siswa, maka mereka akan dapat bertahan hidup di dalam lingkungan alam dan sosialnya.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum sebaiknya meliputi: (1) sains/IPA dan matematika, (2) Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, serta (3) nilai nilai.
Sains dan matematika sangat dipentingkan. Keberadaan sains dan matematika dipertimbangkan sebagai lingkup yang sangat penting dalam belajar. Sebab, pengetahuan tentang alam memungkinkan umat manusia untuk dapat menyesuaikan diri serta tumbuh dan berkembang dalam lingkungan alamnya. Ilmu kemanusiaan tidak seharusnya diabaikan, sebab ilmu kemanusiaan diperlukan setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Kurikulum hendaknya menekankan pengaruh lingkungan sosial terhadap kehidupan individu.
Metode Pendidikan. “Semua belajar tergantung pada pengalaman, baik pengalaman langsung maupun tidak langsung (seperti melalui membaca buku mengenai hasil pengalaman orang lain), kedua-duanya perlu disajikan kepada siswa. Metode penyajian hendaknya bersifat logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama yang diterima oleh para filsuf Realisme yang merupakan penganut Behaviorisme (Edward J. Power). Metode mengajar yang disarankan para filosof Realisme bersifat otoriter. Guru mewajibkan para siswa untuk dapat menghafal, menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta; mengiterpretasi hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.
Peranan Guru dan Siswa. Guru adalah pengelola kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas (classroom is teacher-centered); guru adalah penentu materi pelajaran; guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkrit untuk dialami siswa. Dengan demikian guru harus berperan sebagai “penguasa pengetahuan; menguasai keterampilan teknik-teknik mengajar; dengan kewenangan membentuk prestasi siswa”. Adapun siswa berperan untuk “menguasai pengetahuan yang diandalkan; siswa harus taat pada aturan dan berdisiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar, disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk berbagai tingkatan keutamaan” (Edward J. Power).
Pendidikan yang didasari oleh realisme bertujuan agar peserta didik menjadi manusia bijaksana secara intelektual yang dapat memiliki hubungan serasi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implikasi pandangan realisme adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikannya membentuk individu yang dapat menyelesaikan diri dalam masyarakat dan memilki tanggung jawab pada masyarakat.
2.      Kedudukan peserta didik ialah memperoleh intruksi dan harus menguasai pengetahuan. Disiplin mental dan moral diperlukan dalam setiap jenjang pendidikan.
3.      Peran guru adalah menguasai materi, memiliki keterampilan dalam pedagogi untuk mencapai tujuan pendidikan.
4.      Kurikulum yang dikembangkan bersifat konfrehensif yaitu memuat semua pengetahuan yang penting. Kurikulum realis menghasilkan pengetahuan yang luas dan praktis.
5.      Metode yang dilaksanakan didasari oleh keyakinan bahwa senua pembelajaran tergantung pada pengalaman. Oleh karenanya pengalaman langsung dan bervariasi perlu dilaksanakan oleh peserta didik. Metode penyampaian harus logis dan didukung oleh pengetahuan psikologis.
(Sadulloh: 2003: 42)
D.    KONSEP MATERIALISME
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”. 
Demokritos beserta pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dbagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang terkecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya.
Menurut Randal dalam Sadulloh (2003: 49) bahwa karakteristik umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang. Asumsi tersebut menunjukkan bahwa:
1.      Semua sains seperti biologi, kimia, fisika, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat, jadi semua sains merupakan cabang dari sans mekanika.
2.      Apa yang dikatakan “jiwa” dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat syaraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya.
3.      Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyang.
Menurut Tohmas Hobbes (Fadliyanur, 2008: 1) Sebagai penganut empiris materialime, ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikokohkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki  fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan.
Materialisme maupun positivisme pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (Agus, 2013: 1), Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (Anjar, 2011: 1) filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan.
Pendidikan dalam hal ini proses belajar merupakan proses kondisionaisasi lingkungan. Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains serta perilaku sosial sebagai hasil belajar (Fadliyanur, 2008: 1)
Menurut Power (Asmal, 2012: 29) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisem behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme sebagai berikut
1.      Tema
Manusia yang baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah.
2.      Tujuan Pendidikan
Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup social dan pribadi yang kompleks
3.      Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal) dan organisasi selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4.      Metode
Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi pelajaran berprogram dan kompetensi.
5.      Kedudukan Siswa
Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut belajar.
6.      Peranan Guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
E.     KONSEP PRAGMATISME
Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika. Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme. Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James (Sadulloh, 2003: 53) memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003: 54)  mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah Kritis,  konstruktif dan rekonstruktif.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Menurut James  (Edwar, 2012: 1) kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak.
Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.
2.      Kurikulum dirancang dengan menggunakan pengalaman yang telah diuji namun dapat diubah kalau diperlukan. Adapun minat dan kebutuhan peserta didik diperhitungkan dalam penyusunan kurikulum.
3.      Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu mencampuri minat dan kebutuhannya.
Sedangkan implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Edwar, 2012: 1) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi
a.       Kesehatan yang baik
b.      Keterapilan-keterampian dan kejujuran dalam bekerja
c.       Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
d.      Persiapan untuk menjadi orang tua
e.       Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah social
2.      Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisis demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah”
3.      Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4.      Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.





F.     PENUTUP
Aliran-aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan pendidikan antara lain idealisme, realisme, materialisme dan pragmatisme. Idealisme tujuan pendidikannya menekankan pada aktifitas intelektual, pertimbangan-pertimbangan moral, pertimbangan-pertimbangan estetis, kebebasan, tanggung jawab, dan pengendalian diri demi mencapai perkembangan pikiran dan diri pibadi. Realisme tujuan pendidikannya menekannkanb pada penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. Materialisme tujuan pendidikannya menekannkan pada Perubahan perilaku mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya untuk tanggung jawab hidup social dan pribadi yang kompleks. Sedangkan pragmatisme tujuan pendidikannya menekankan pada penggunaan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat










DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2013. Ideologi Materialisme dan Sekularisme. http://mamendo-agus-riyanto.blogspot.com/2013/01/ideologi-materialisme-sekulerisme-dan.html. (diakses 13 Oktober 2015).

Akhmad. 2008. Idealisme Dalam Filsafat Pendidikan. http://akhmadssudrajat.wordpress.com./2008/11/08/idealisme-dalam-filsafat-pendidikan.html. (diakses 13 oktober 2015).

Anjar. 2011. Filsafat Pendidikan Materialisme. http://Anjarthebigreds.Blogspot.Com/2011/12/Filsafat-Pendidikan-Materialisme.Html. (diakses 13 Oktober 2015).

Asmal, Bakhtiar. 2012. Filsafat ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Edwar. 2012. Filsafat Pendidikan Pragmatisme. http://Assalaamu'alaikum-wr-wb.blogspot.com/2012/01/filsafat-pendidikan-pragmatisme.html. (diakses 13 Oktober 2015).

Fadliyanur. 2008. Aliran Pragmatisme.
Fajar, Kusuma. 2010. Pendidikan Menurut Aliran Filsafat Idealisme dan Realisme dan Implikasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah. http://fajarkusuma.student.umm.ac.id/2010/02/05/pendidikan-menurut-aliran-filsafat-idealisme-dan-realisme-implikasinya-dalam-pendidikan-luar-sekolah%C2%0plsataukses. (diakases 13 Oktober 2015).

Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta.

0 komentar:

Posting Komentar