La
Ode Muh. Yamin [1]
A.
Pendahuluan
Korupsi merupakan masalah paling krusial yang dihadapi
oleh negara dan bangsa indonesia. Menyikapi masalah tersebut diperlukan suatu
upaya yang holistik dalam pemberantasan korupsi baik dari segi aparat penegak
hukum, kebijakan pengelolaan negara sampai pada pendidikan formal disekolah. Aditjondro (2002: 6) beberapa negara telah melaksanakan pendidikan
antikorupsi disekolah dan telah menunjukkan hasil yang signifikan. Hongkong
yang melaksanakan semenjak tahunn 1974 dan menunjukan hasil yang luar biasa.
Salah
satu atribusi mendasar yang dapat menjelaskan tentang meluasnya perilaku dan
sikap korupsi dalam realitas hidup masyarakat sehari-hari adalah kontribusi
pendidikan nilai, moral, dan keagamaan yang minim terhadap pembentukan watak
kemanusiaan peserta didik. Investasi kesadaran baru melalui pembentukan
karakter (character building) atau melalui pendidikan afektif selain
meniscayakan pembentukan kapasitas moral secara teoritik, tetapi juga harus
dapat diinternalisasi menjadi sikap individual yang berbasis pada apek moral.
Pada dasarnya, rendahnya moralitas dan mentalitas yang barakhir pada maraknya
praktik korupsi di Indonesia disebabkan oleh kultur pendidikan yang masih
menghasilkan pola dan mentalitas jalan pintas. Pendidikan tidak ditekankan pada
pencapaian nilai dengan kerja keras, namun lebih sering ditentukan oleh hasil semata-mata.
Kritik-kritik utama yang tertuju pada dunia pendidikan
selalu berkisar pada persoalan inovasi proses pembelajaran kelas yang terbatas
pada model-model konvensional, yakni
ceramah dan pemusatan materi pada level pengetahuan kognitif semata-mata.
Tulisan ini akan memaparkan secara ringkas salah satu model pembelajaran yang
berbeda dari model-model konvensional sebelumnya, yakni metode pembelajaran yang berbasis masalah (problem
based learning) kaitannya dengan pendidikan antikorupsi
B.
Revitalisasi Model Pembelajaran Konvensional ke Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
Model-model pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih
belum memberikan hasil yang maksimal/diharapkan bagi kompetensi siswa. Guru
dituntut untuk selalu melakukan pembaharuan terhadap model-model pembelajaran
yang lebih inovatif. Sebab itu, inovasi untuk mengembangkan model-model
pembelajaran merupakan hal yang sangat penting bagi guru. Hal ini didasari oleh
ditemukannya berbagai kasus bahwa motivasi dan minat siswa untuk mengikuti pelajaran
masih sangat rendah sehingga penguasaan materipun juga sangat lambat. Anehnya
Juga ditemukannya kasus siswa sering melakukan aktivitas mencuri baik didalam
sekolah maupun diluar sekolah. Sehingga kita bisa menggeneralisasi bahwa model
pembelajaran yang selama ini diterapkan oleh guru belum menghasilkan kebaikan
pada karakter/akhlak siswa. Hal ini ketika dipertahankan maka akan memberikan
dampak yang buruk bagi masa depan siswa, bisa jadi siswa tersebut ketika dewasa
akan melakukan korupsi.
Model
pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru belum bisa menghasilkan
akhlak siswa yang baik, walaupun model pembelajaran konvensioal memiliki
kelebihan. Menurut Rusyan (2011: 16) bahwa model pembelajaran konvensional
memiliki kelebihan diantaranya: 1) berbagai informasi yang tidak mudah
ditemukan ditempat lain; 2) menyampaikan informasi dengan cepat; 3)
membangkitkan minat akan informasi; 4) mengejari siswa yang belajar terbaiknya
dengan mendengarkan; 5) mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Untuk menghasilkan siswa yang berakhlak
yang baik diperlukan model pembelajaran yang mengarah pada hal tersebut, yaitu
model pembelajaran berbasis masalah. Menurut Trianto (2007: 72) kelebihan model
pembelajaran berbasis masalah adalah: 1) siswa dapat berpartisipasi aktif
selama proses pembelajaran; 2) dapat menanamkan sikap rasa ingin tahu siswa; 3)
melatih kemampuan berfikir siswa dalam memecahkan masalah; 4) menumbuhkan kerja
sama dan interaksi antar siswa.
Dengan melihat kelebihan kedua model
pembelajaran diatas, maka jelas model pembelajaran konvensional memilki banyak
kelemahan. Dalam model pembelajaran ini siswa mejadi pasif dan hanya menerima
apa yang disampaikan oleh guru dan siswa tidak dapat memecahkan masalah
kehidupannya sendiri-sendiri. Sebaliknya, model pembelajaran berbasis masalah
memiliki banyak kelebihan anatara lain siswa dapat menerapkan pengetahuannya
kedalam kehidupannya sehari-hari seperti siswa dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri. Sehingga dengan adanya model pembelajaran berbasis masalah,
pengetahuan tentang pendidikan antikorupsi (akhlak,karakter) dapat diterapkan
kedalam kehidupan siswa.
C.
Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Model Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pendidikan antikorupsi adalah program pendidikan tentang
korupsi yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kepedulian warga negara
terhadap bahaya dan akibat tindakan korupsi. Hal ini dinyatakan oleh Dharma
(2003: 16) secara umum tujuan pendidikan antikorupsi adalah: 1) pembentukan
pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya; 2)
pengubahan persepsi dan sikap tehadap korupsi; 3) pembentukan keterampilan dan
kecakapan baru yang ditujukan untuk melawan korupsi. Dari ketiga tujuan itu
dapat dilihat bahwa pendidikan antikorupsi meskipun mempunyai sasaran utama
sebagai pendidikan nilai akan tetapi tetap meliputi ketiga ranah pendidikan
sebagaimana dikemukakkan oleh Bloom yaitu pengembangan ranah kognitif, afektif
dan psikomotor siswa.
Sedangkan, model pembalajaran berbasis masalah adalah
model pembelajaran pada siswa yang dimana masalah menjadi topik utama yang
harus dipecahkan oleh siswa. Menurut Yeung (Ismail, 200: 9) pembelajaran
berbasis masalah adalah merupakan salah satu cara
pembelajaran yang tidak hanya mendorong siswa untuk memahami lebih mendalam
suatu materi tapi juga memberikan pengalaman pada siswa bagaimana menggunakan
pengetahuan mereka untuk menyelesaikan permasalahan nyata.
Sehingga
dengan mengetahui model pembelajaran berbasis masalah sebagai model
pembelajaran yang menjadikan masalah sebagi topik yang harus dipecahakan maka
perlu adanya integrasi pendidikan antikoupsi kedalam model pembelajara,
mengingat pendidikan antikorupsi merupakan pendidikan yang menjadikan korupsi
sebagai masalah yang harus dipecahkan dalam kehhidupan nyata. Dengan membuat
contoh-contoh yang kreatif mengenai pendidikan antikorupsi pada model
pembelajaran berbasis masalah maka memudahkan siswa untuk menerapkan
contoh-contoh pendidikan antikorupsi seperti jujur, berbuat baik tehadap sesama
teman dan lain sebagainya.
D.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Alternatif
Model Pembelajaran Inovatif pada Pendidikan Antikorupsi
Model pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real
world) untuk memahami konsep bukan sekedar menghapal konsep. Pembelajaran
berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. Dalam pembelajaran berbasis masalah, guru
hanya berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi
fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan inkuiri dan intelektual pada peserta didik. Pembelajaran berbasis
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan
menjadi pembelajar yang mandiri.
Model pembelajaran berbasis masalah menjadikan siswa
memiliki kemampuan yang kreatif dan inovatif. Sejalan dengan pendapat Mutakin
(2004: 45) bahwa kerja sama yang ada pada pembelajaran berbasis masalah akan
memberikan siswa saling memotivasi untuk melakukan tugas gabungan dan
memperbesar kesempatan untuk berbagi, keterangan, pengembangan berfikir,
keahlian sosial dan dapat menumbuhkan kreatif dan inovasi siswa untuk
memecahkan masalah yang dihadapi kelompoknya.
Penjelasan diatas memberikan pengetahuan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah dapat menumbuhkan inovasi dan kreatif siswa dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. Sehingga masalah
karakter/akhlak dalam hal ini pendidikan antikorupsi, siswa kemudian mampu
untuk berinovasi dan berkreatif dalam menyelesaikan masalah tentang korupsi.
E.
Penutup
Pendidikan
antikorupsi merupakan kebijakan
pendidikan yang tidak bisa lagi ditunda
pelaksanaanya di sekolah secara formal.
Jika dilaksanakan sebagaimana mestinya
maka dalam jangka panjang pendidikan
antikorupsi akan mampu berkontribusi
terhadap upaya pencegahan terjadinya
tindakan korupsi, sebagaimana pengalaman negara lain. Melalui
pendidikan antikorupsi
diharapkan generasi masa
depan memiliki karakter antikorupsi sekaligus membebaskan negara Indonesia sebagai negara dengan angka korupsi yang tinggi.
Karakteristik dari pendidikan antikorupsi adalah perlunya sinergi yang tepat antara pemanfaatan informasi dan pengetahuan yang dimiliki dengan kemampuan untuk membuat pertimbangan pertimbangan moral. Oleh karena itu pembelajaran
antikorupsi tidak dapat dilaksanakan
secara konvensional, melainkan harus
didisain sedemikian rupa sehingga
aspek kognisi, afeksi dan konasi siswa
mampu dikembangkan secara maksimal
dan berkelanjutan.
Model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu dalam
meningkatkan kesadaran kolektif tentang dampak-dampak yang diakibatkan oleh
tindakan korupsi dan membantu mereka untuk mendesain ulang cara belajar yang
lebih berorientasi pada apa yang akan dipelajari oleh mereka sendiri secara
mandiri. Kreatif , inovatif dan
berkelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Aditjondro, George Junus (2002) Bukan Persoalan
Telur dan Ayam. Membangun suatu kerangka
Analisis yang lebih Holistik bagi gerakan Anti Korupsi di Indonesia. Jurnal Wacana Edisi 14 Tahun 200.
Dharma,
Budi. (2004). Korupsi dan Budaya. dalam Kompas, 25/10/2003.
Ismail. 2004. Model-Model
Pembelaiaran. Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta
Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Mutakin, Awan. 1998. Pengantar
Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud. Ditjen. Dikdasmen, Direktorat Pendidikan
Guru dan Tenaga Teknis.
Rusyan . 2011. Pendekntan
Dalam proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Roskadarya.
Trianto.
2007. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.