A.
Pendahuluan
Salah
satu tujuan dari bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa
sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah misalnya dengan memperbaiki kualitas pendidikan dengan cara
meningkatkan kualitas pembelajaran,
memberikan beasiswa untuk anak-anak berprestasi dan anak-anak yang kurang
mampu, maupun memperbaiki sarana dan prasarana sekolah untuk mendorong semangat
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Tidak kalah penting, pendidikan IPS juga
berupaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan indonesia.
Pendidikan
IPS memiliki peranan besar dalam membangun suatu negara. Pendidikan IPS yang
berkualitas tentu akan menghasilkan generasi penerus yang berbobot untuk
pengembangan negara. Dan setiap individu wajib terlibat dalam pendidikan,
khususya pembelajaran IPS yang dituntut berperan serta secara maksimal guna
meningkatkan mutu pendidikan. Soemantri
(Mujahida, 2013: 5) Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan. Pengertian ini mengarah pada pendidikan IPS sebagai mata
pelajaran disekolah dan berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan
IPS sebagai mata pelajaran untuk tingkat sekolah sangat erat hubungannya dengan
disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora yang dikemas
secara ilmiah untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, IPS
ditingkat sekolah bertujuan untuk memepersiapkan para peserta didik sebagai
warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai untuk
memecahkan suatu masalah pribadi maupun sosial, serta ikut berpartisipasi dalam
kegiatan masyarakat agar menjadi warga negara yang baik.
Akhmad (2011: 7) Karakteristik mata
pelajaran IPS di SMA antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah,
ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang
humaniora, pendidikan dan agama (Soemantri)
b. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi,
sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. Sehingga dalam kurikulum 2013, di SMA dan MA tidak ada mata pelajaran IPS tetapi mata pelajaran
yang terkait dengan disiplin-disiplin ilmu yang secara tradisional
dikelompokkan ke dalam kelompok Ilmu-ilmu Sosial
c. Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial
yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
d.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat
menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab
akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan
masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti
pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni)
Untuk menunjang peningkatan pendidikan pada
pembelajaran IPS dituntut hadirnya seorang guru yang memiliki kriteria
tinggi demi menaikkan kualitas peserta didik. Guru berperan penting selama
proses pendidikan. Guru harus bisa membangun sebuah kolaborasi dengan siswa
agar terjadi interaksi yang pada akhirnya akan menimbulkan suasana belajar yang
kondusif.
Solehudin
(2014: 4) guru yang
berkualitas adalah guru yang benar-benar menguasai apa-apa yang harus dimiliki
seseorang dalam menekuni pekerjaanya, dalam hal ini ilmu-ilmu pendidikan yang
dapat memenuhi kriteria dia sebagai guru yang profesional dan mencintai
pekerjaannya, selain itu seorang guru yang berkualitas harus memiliki
kemampuan-kemampuan yang dapat menunjang pekerjaan tersebut. Sehingga
ketika guru tidak menguasai materi apa yang diajarkan maka bisa dikatakan bahwa
guru tersebut tidak berkualitas dan mengarah pada sulitnya guru mengintegrasikn
pendidikan IPS.
salah
satu permasalahan mengapa pendidikan IPS begitu sulit untuk diintegrasikan,
salah satunya terletak dari peran guru itu sendiri. Sehingga menimbulkan banyak problem pada
pendidikan IPS khususnya pada tinggakat SMA/MA. Makalah ini akan terfokus pada problem
guru dalam mengimplementasikan pendidikan IPS pada SMA/MA yang dijelaskan
dengan mengambil benang merah setiap problem mata pelajaran IPS, misalnya mata
pelajaran ekonomi, sejajarah, sosiologi dan lain-lain. Sehingga, penjelasan
makalah ini bersifat umum mengenai problem Pendidikan IPS pada tingkat SMA/MA.
B.
Implementasi
Pelaksanaan Pendidikan IPS oleh guru SMA/MA
Dalam pembelajaran IPS guru merupakan sumber utama
dalam menciptakan siatuasi interaktif yang edukatif , yakni interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan sumber pembelajaran dalam menunjang
tujuan tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan sudah tentu menuntut upaya guru dalam
mengaktualiasasikan kompetensi secara professional. Problem dilapangan bahwa
kebanyakan guru tidak berkualitas atau tidak profesional dalam proses
pembelajaran disekolah sehingga berdampak pada sulitnya guru dalam
mengimplementasikan pelaksanaan pendidikan IPS dengan benar pada tingkat
SMA/MA.
Pengaruh utama pembelajaran IPS di Indonesia ini sulit
berkembang, adalah minimnya ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran
IPS itu sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, sehingga
menimbulkan masalah diantaranya adalah:
- Dengan alasan bahwa materi IPS adalah
materi ilmu sosial maka cukup dengan menggunakan metode ceramah yang
monoton saja ilmu IPS itu dapat dipahami/ dimengerti oleh siswa, ternyata
fakta ini membuat siswa tidak manarik terhadap materi IPS.
- Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang bersumber dari kehidupan
sosial masyarakat yang diseleksi menggunakan konsep-konsep ilmu sosial
yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Dengan alasan konsep ini maka dibutuhkan
guru yang berkualitas dalam hal ini guru yang telah mengusai materi IPS
dengan baik, artinya penyampaian materi IPS jangan terpaku pada buku
melainkan harus dapat mengaitkannya dengan kondisi masyarakat pada saat
itu sehingga siswa dapat memahami dengan baik tentang pelajaran IPS.
Tetapi pada faktanya banyak guru yang kurang menguasai materi IPS dengan
baik dan terpaku saja pada buku sehingga membuat siswa tidak dapat
memahami materi IPS dengan baik dan akan berorientasi pada keterbelakangan
siswa terhadap perkembangan kondisi dimasyarakat.
- Persepsi siswa bahwa IPS tidak
penting. IPS dipandang tidak ada
gunanya dalam konteks kehidupan sehari-hari baik dalam konteks kehidupan
individu, bermasyarakat dan berbangsa. IPS tidak praktis, tidak dapat
membangun gedung atau membangun jembatan, tidak dapat mendatangkan uang,
tidak ada les IPS, dan begitu seterusnya yang pada intinya tidak langsung
menghasilkan materi atau uang. Dalam konteks ini, masyarakat kita sudah
banyak terbius oleh paham materialisme dan pragmatisme. Masyarakat juga
berparadigma bahwa prospek kerja IPA lebih menjanjikan.
- Persepsi siswa bahwa
IPS ada tingkat dua. Pembelajaran di
IPS dikenal santai, sebab tidak dikelilingi oleh rumus-rumus seperti pada
IPA. Maka dari itu, para peserta didik IPS jarang terikat oleh waktu dan
sedikit lebih longgar dalam belajar. Hal tersebut menjadikan masyarakat
lebih menomor satukan IPA yang notabene
lebih fulltime karena ada waktu untuk praktikum
dan lain sebagainya. Mayoritas para orang tua juga menganggap bahwa
longgarnya waktu peserta didik IPS menjadikan mereka menghabiskan waktunya
untuk bermain dan melakukan hal yang kurang bermanfaat. Anggapan tersebut akhirnya mengubah mainset masyarakat tentang IPS dan
meletakkannya di tingkat kedua. Kebanyakan orang tua juga menyuruh anaknya
untuk terjun ke IPA, dan tentunya mereka akan sangat bangga sekali jika
hal itu dapat tercapai.
- Tekhonologi merupakan kemajuan dalam Ilmu
pengetahuan yang sangat diharapkan dalam kehidupan masyarakat,
termasuk dalam dunia pendidikan , suka atau tidak Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menyebabkan pembelajaran IPS menjadi kurang
diminati siswa, tekhnologi telah menggusur pembelajaran IPS menjadi
pelajajaran yang terpinggirkan dan tidak lagi diminati para siswa. Harusnya guru mampu
mengadaptasikan IPS pada teknologi dalam model pembelajaran.
C. Solusi Terhadap Problematika Pendidikan IPS pada Tingkat SMA/MA
Setelah mengetahui adanya masalah yang timbul dalam
pendidikan IPS maka perlu adanya upaya-upaya untuk mengatasinya. Supriatna (Agustrianto, 2002: 18) menyebutkan ada beberapa
strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui
pembelajaran IPS, diantaranya:
1. Guru IPS harus
menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan
model-model pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu
model pembelajaran yang relevan adalah cooperative learning. Dengan
pembelajaran cooperative learning, maka siswa tidak saja menghafal fakta,
konsep dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah dan guru sebagai
satu-satunya sumber informasi, melainkan akan membawa siswa untuk
berpartisipasi aktif karena siswa akan diminta melakukan tugas-tugas seperti
bekerja kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi karena siswa akan
mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan belajar yang
beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator dalam semua kegiatan
siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment)
baik untuk pengetahuan ke-IPS-an juga menilai keterampilan social (social
skill) selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
2.
Strategi serta pendekatan
konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dan
pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan
keterampilan social. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan
memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan
melalui proses pembelajaran di kelas. Guru IPS konstruktivis harus dapat
memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam
mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber
yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus
dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga harus selalu
membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan
demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam
menghafal dan mengingat melainkan juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi
dan mengevaluasi informasi yang diterima.
3.
Strategi inkuiri yaitu stratgei yang
menekankan peserta didik menggunkan keterampilan social dan intelektual dalam
memperoleh pengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang
sifatnya mandiri. Menurut
Supriatna ada beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:
a.
Strategi ini memungkinkan peserta didik
melihat isi pelajaran lebih realistic dan positif ketika menganalisis dan
mengklasifikasikan data dalam memcahkan masalah.
b.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
merefleksikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan serta membuat
keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.
c.
Menempatkan guru sebagai fasilitator
belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
Wiraatmadja (Haslinda, 2002: 10)
mengatakan belajar mengajar ilmu-ilmu social agar menjadi berdaya apabila
proses pembelajarannya bermakna (meaningfull), yaitu:
1. Siswa belajar
menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap yang mereka anggap
berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.
2.
Pengajaran ditekankan kepada pendalaman
gagasan penting yang terdapat dalam topic-topik yang dibahas, demi pemahaman,
apresiasi dan aplikasi siswa.
3.
Kebermaknaan dan pentingnya materi
pelajaran ditekankan bagaimana cara penyajiaannya dan dikembangkannya melalui
kegiatan aktif.
4.
Interaksi di dalam kelas difokuskan
pada pendahuluan topic-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas
sebanyak mungkin materi.
5.
Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi
assessment hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran
atau gagasan-gagasan yang penting dan terpateri dalam apa yang mereka pelajari.
6.
Guru hendaknya berpikir reflektif dalam
melakukan perencanaan/ persiapan, perberlakuan dan assessment pembelajaran.
Semakin maju
tekhnologi, keadaan hendaklah diikuti dengan kemajuan para guru
dalam menguasai tekhnologi terutama dalam hal meningkatkan minat belajar siswa
dalam pembelajaran IPS, guru hendaknya memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan
sekolah dan masyarakat untuk menjadikan materi pembelajaran IPS tetap
eksis dan diminati para siswa dan yang tidak kalah pentingnya bahwa pelajaran
IPS salah satu alat ukur untuk menentukan keberhasilan suatu bangsa dimasa
mendatang.
D. Penutup
Dalam perkembangannya Pendidikan IPS di Indonesia
tidak lepas dari masalah-masalah. Masalah dalam pendidikan IPS dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, sehingga menimbulkan masalah
diantaranya; metode ceramah yang monoton, persepsi siswa/masyarakat bahwa IPS
tidak penting, persepsi siswa/masyarakat bahwa IPS ada di tingkat dua dan guru
tidak mampu mengadaptasikan IPS pada perkembangan teknologi.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah pendidikan IPS adalah Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan tujuan
pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang relevan adalah cooperative
learning, Strategi serta
pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran
dan pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam
mengembangkan keterampilan social, Strategi inkuiri yaitu stratgei yang
menekankan peserta didik menggunkan keterampilan social dan intelektual dalam
memperoleh pengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang
sifatnya mandiri
DAFTRA PUSTAKA